Pages

Rabu, 22 Mei 2013

Konstruksi Rumah Gadang 300 Tahun Mendului Zamannya


PADANG--Para nenek moyang orang Minang yang berprofresi sebagai ahli bangunan, arsitek, atau tukang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju melampaui zamannya.

Ini dibuktikan dengan struktur bangunan Rumah Gadang atau rumah adat tradisional minangkabau yang dirancang dalam bentuk tiga dimensi atau bidang berpola segitiga.

Struktur seperti ini merupakan struktur yang dirancang untuk tahan terhadap guncangan gempa. Meski bumi tempatnya berdiri di-hoyak (digoyang) gempa kuat, bangunan tetap kokoh.



Struktur seperti ini diyakini sebagai antisipasi terhadap gempa bumi yang sering mengguncang Sumatera Barat, seperti Tanahdatar dan Padangpanjang yang dilewati Patahan Sumatera yang merupakan jalur gempa yang berbahaya.

Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Nahdatul Ulama (LPBA NU) Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.

"Artinya konstruksi rumah gadang sebagai suatu kearifan lokal sebenarnya jauh lebih modern," katanya kepada PadangKini.com.

Angka sekitar 300 tahun hanya sebagai ukuran rumah gadang yang masih berdiri saat ini.

"Setahu saya rumah gadang paling tua yang masih berdiri berusia sekitar 300 tahunan, inilah yang masih bisa kita jadikan acuan," ujarnya.

Kaki Tidak Menyentuh Tanah

Menurut Darmansyah, ada beberapa konstruksi futuristik yang disengaja para perancang Rumah Gadang untuk menahan gempuran gempa bumi.

Bentuk tiga dimensi membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.

"Jadi getaran tidak terhenti di sendi-sendi bangunan, inilah yang membuat bangunan hanya terdorong dan berputar seperti sistem pegas, tidak merusak sendi yang bisa merubuhkan bangunan," ujarnya.

Ini ditambah dengan bangunan yang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan yang membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.

Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya.

"Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut," ujarnya.

Pada konstruksi rumah sekarang, gaya lentur tidak dapat dihasilkan karena bangunannya sangat kaku. Akibatnya konstruksi bangunan menjadi rusak atau retak karena kuatnya getaran yang dihasilkan gelombang gempa.

Mirip Mobil 1980-an
Konstruksi tiga dimensi sediri, kata alumni Jurusan Arsitektur Universitas Bung Hatta itu, pada mobil baru diterapkan pada era 1980-an. Kelebihan konstruksi tiga dimensimenciptakan tingkat kestabilan lebih mantap. Contohnya pada mobil era itu, jika satu dari empat banya copot, kendaraan tidak akan oleng karena masih bisa berdiri dengan tiga roda.

"Orang minang sudah menerapkan seperti itu sejak zaman lampau, sebagai contoh bangunan Rangkiang berkaki empat, jika satu kakinya patah tidak akan terjatuh, sayang para ahli bangunan kita yang mendapat pendidikan modern baru melihatnya sekarang," ujarnya.
  
Hal lain, dari segi pemilihan material bangunan juga dipikirkan untuk tahan lama. Kayu untuk tiang, kuda-kuda, dinding, dan lainnya dipilih sedemikian rupa dari kayu yang cocok dan tahan lama.

"Untuk tiang utama dipilih kayu Tareh Jua yang dikubur dirawa justru makin kuat, ini dikenal dengan kayu besi yang susah dipaku dan tak gampang terbakar, kayu ini disakralkan masyarakat karena kekuatannya atau dianggap mistis, padahal sebenarnya pilihannya sangat konstruktif untuk bangunan tahan lama," ujarnya. (young/s)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...